Paul Scholes Akhirnya Bicara Terus Terang: Inilah Rekan Terburuknya di Manchester United
Paul Scholes Akhirnya Bicara Terus Terang Inilah Rekan Terburuknya di Manchester United
Paul Scholes selama ini memilih berbicara lewat permainan, bukan kontroversi. Namun kali ini, legenda Manchester United itu secara terbuka menyampaikan pendapat jujurnya. Dalam sebuah diskusi publik, Scholes menyebut satu nama yang menurutnya paling mengecewakan sepanjang kariernya di Old Trafford.
Scholes menjalani 20 musim bersama Manchester United dan mengoleksi 12 gelar Liga Inggris serta dua trofi Liga Champions. Ia bermain satu ruang ganti dengan pemain legendaris seperti Eric Cantona, Cristiano Ronaldo, dan Wayne Rooney. Meski begitu, Scholes menegaskan bahwa tidak semua pemain mampu memenuhi standar elite klub.
Topik Rekrutan Terburuk Kembali Mengemuka
Dalam pembicaraan tersebut, Scholes menanggapi pertanyaan soal rekrutan terburuk Manchester United. Banyak pengamat sering menunjuk Juan Sebastian Veron sebagai contoh kegagalan transfer, terutama karena nilai transfernya yang sangat besar saat datang dari Lazio pada 2001.
Namun, Scholes justru mengambil sikap berbeda. Ia menilai Veron sebagai pemain bertalenta tinggi yang hanya kesulitan beradaptasi dengan sepak bola Inggris. Karena alasan itu, Scholes mengarahkan kritiknya ke sosok lain.
Pengganti Schmeichel yang Gagal Memberi Keyakinan
Setelah Peter Schmeichel meninggalkan klub, Manchester United menghadapi tantangan besar untuk mencari penerusnya. Klub kemudian mendatangkan beberapa penjaga gawang. Dari semua nama tersebut, Scholes secara tegas menunjuk Mark Bosnich sebagai pemain yang paling mengecewakannya.
Scholes menilai Bosnich datang tanpa membawa mentalitas yang dibutuhkan untuk bermain di klub sebesar Manchester United. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang mencoba menggantikan Schmeichel harus membawa profesionalisme tinggi sejak hari pertama.
Latihan Membuka Fakta Sebenarnya
Scholes kemudian menjelaskan bahwa ia melihat masalah utama Bosnich justru di sesi latihan. Menurutnya, latihan mencerminkan karakter asli seorang pemain.
Ia menceritakan bagaimana Bosnich sering menghentikan latihan lebih cepat dari seharusnya. Setelah menghadapi beberapa tembakan, Bosnich langsung meminta diganti karena kelelahan. Scholes menilai sikap tersebut tidak sejalan dengan budaya kerja keras yang United bangun selama bertahun-tahun.
Kelemahan Teknis yang Mengundang Tanda Tanya
Selain masalah mentalitas, Scholes juga menemukan kelemahan teknis yang mengejutkan. Ia menyadari bahwa Bosnich kesulitan melakukan tendangan gawang jarak jauh.
Momen itu muncul saat United menghadapi Everton pada awal musim. Dalam kondisi cuaca cerah dan tanpa angin, tendangan Bosnich tetap gagal mencapai garis tengah. Situasi tersebut membuat para pemain United mempertanyakan kemampuan dasar sang kiper.
Masalah Disiplin Sejak Awal Bergabung
Masalah Bosnich tidak berhenti di lapangan. Sejak awal kedatangannya, ia langsung menimbulkan sorotan negatif karena perilaku di luar lapangan.
Tak lama setelah bergabung, Bosnich terlibat insiden yang menyeretnya ke kantor polisi. Ia bahkan datang terlambat ke pernikahannya sendiri setelah menghabiskan malam sebelumnya dalam situasi bermasalah. Sir Alex Ferguson langsung meragukan kesiapan mental Bosnich untuk bertahan di lingkungan kompetitif Manchester United.
Trofi Tak Menghapus Keraguan
Meski berbagai persoalan mengiringinya, Bosnich tetap mengisi posisi penjaga gawang utama pada musim 1999/2000. Ia tampil lebih dari 20 kali di Liga Inggris dan ikut membawa Manchester United meraih gelar juara.
Namun, performa tersebut tidak pernah benar-benar meyakinkan. Akhirnya, klub memutus kontrak Bosnich kurang dari dua tahun setelah kedatangannya.
Karier Terjun Bebas dan Pengakuan Kelam
Setelah meninggalkan Old Trafford, Bosnich melanjutkan karier ke Chelsea. Alih-alih bangkit, ia justru semakin terpuruk.
Pada 2002, Bosnich gagal dalam tes narkoba dan menerima sanksi larangan bermain. Dalam pengakuan di tahun-tahun berikutnya, ia mengakui bahwa tekanan publik dan rasa frustrasi mendorongnya ke jurang kecanduan. Ia menyebut fase tersebut sebagai titik terendah dalam hidupnya.
Standar Tinggi Manchester United Tak Pernah Berubah
Melalui pengakuan Paul Scholes, publik kembali melihat kerasnya standar di balik kejayaan Manchester United. Klub itu menuntut disiplin, profesionalisme, dan mental juara tanpa kompromi.
Pada akhirnya, Paul Scholes menyampaikan satu pesan tegas: bakat besar saja tidak cukup. Tanpa sikap yang benar dan mental yang kuat, seorang pemain tidak akan bertahan lama di kerasnya tuntutan Old Trafford.
